Dunia industri
musik Indonesia mengalami fenomena yang menarik akhir-akhir ini. Bagaimana
tidak, lagu yang berjudul Aisyah Istri Rasulullah menjadi trending di
YouTube. Lalu menariknya di mana? Kalau hanya sebuah lagu menjadi trending
di YouTube merupakan hal yang biasa bukan? Oh tidak! Ada sekitar 22 lagu
yang sama dan trending dalam waktu yang bersamaan juga. Menariknya lagi,
semuanya adalah lagu cover yang dicover kembali hingga mendominasi
aktivitas trending di YouTube.
Fenomena ini
baru pertama kali terjadi dalam sejarah permusikan Indonesia. Dalam aspek industri
musik, lagu ini memunculkan kontroversi yang serius. Banyak yang mempertanyakan
siapa pencipta lagu tersebut dan bagaimana status lagu tersebut di Indonesia
karena ternyata lagu ini melibatkan dua negara, Indonesia dan Malaysia. Apakah para
musisi di Indonesia sudah meminta izin juga dipertanyakan. Belum lagi soal copyrightnya.
Namun demikian,
saya tidak ingin membahas kenapa lagu yang menceritakan kisah romantis istri
Nabi Muhammad SAW tersebut bisa trending, atau bahkan memberi penilaian
tentang lirik, musik, irama dan sebagainya. Meskipun saya pernah aktif dalam
dunia musik seni religi di kampus, saya tidak akan menuju ke sana. Yang ingin
saya bahas adalah kenapa lagu ini dipersepsikan berbeda-beda oleh orang?
Persepsi-persepsi
tersebut memunculkan polemik. Di satu sisi banyak yang menilai lagu ini bagus
karena hampir semua musisi yang menyanyikannya memiliki jutaan views di YouTube.
Selain itu, menurut sebagian orang lagu ini juga memberikan informasi tentang
kisah cinta yang romantis dan sweet dari rasulullah dan istrinya. Namun
di sisi lain banyak juga yang mengecam lagu ini karena dianggap melecehkan dan
menghina Sayyidah Aisyah sebagai istri Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada dasarnya,
ini soal perspektif. Menggambarkan sebuah objek bukan perkara mudah. Meskipun
objeknya sama, namun proses menafsirkannya tidak bisa dinggap sederhana. Misalnya,
sebuah kertas akan ditafsirkan berbeda-beda. Sebuah kertas akan ditafsirkan
“koran” atau “majalah” bila berisi berita dan dibaca, “sampah” jika berada di
tempat sampah, “kitab kuning” bila dicetak dan dikaji di pesantren, “bungkus
kacang” untuk membungkus kacang yang dibeli di pinggir jalan, dan “skripsi”
bila dicetak untuk tugas akhir kuliah.
Hal ini masih
dalam tataran objek fisik. Bagaimana kalau menafsirkan objek sosial seperti
sebuah lagu misalnya? Bila kita ditanya mengapa HTI (baca: HTI) dibubarkan oleh
pemerintah, maka jawabannya akan bervariasi. Mungkin saja karena HTI menganggap
pemerintah thaghut, mungkin HTI berbahaya bagi persatuan bangsa, mungkin
karena doktrinnya bertentangan dengan PBNU, (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika,
NKRI, Undang-Undang Dasar 1945) bisa jadi HTI dianggap sesat, dlsb.
Mengapa bisa
terjadi perbedaan penafsiran? Hal ini karena disebabkan perbedaan perspektif
atau cara pandang dalam memberikan interpretasi kepada sebuah objek atau
realitas sosial. Perspektif ini bisa dikatakan sebagai pedoman seseorang dalam
menginterpretasi sebuah objek atau realitas dan juga sangat menentukan terhadap
sikap dan tindakan yang akan diambil.
Apa dan
bagaimana perspektif itu? Perspektif dapat didefinisikan sebagai seperangkat nilai
atau gagasan yang diyakini dan memungkinkan untuk pengambilan sebuah tindakan
tertentu. Menurut Rachmat Kriyantono, Ph.D (2006) dalam bukunya Teknik Praktis
Riset Komunikasi, menjelaskan bahwa perspektif dibentuk melalui komunikasi antaranggota
suatu kelompok selama seseorang menjadi bagian dari kelompok tersebut.
Seseorang akan
memiliki perspektif tertentu apabila dia hidup dalam kelompok dan berinteraksi
dengan orang-orang tertentu. Semakin banyak terlibat dalam aktivitas komunikasi
dengan kelompok yang berbeda-beda secara agama, suku, dan budaya, maka semakin
luas perspektifnya. Istilah lain dari perspektif biasanya disebut approach
atau pendekatan. Perspektif atau pendekatan ini memiliki dua sifat. Pertama membatasi
sebuah pandangan dan kedua selektif.
Dalam kata lain,
tindakan seseorang akan dipengaruhi oleh perspektifnya. Berdasarkan perspektif
yang dia miliki, dia akan memerhatikan, menginterpreatsi, dan memahami stimuli
dari objek atau realitas sosial yang dia amati serta mengabaikan stimuli
lainnya, kemudian berperilaku berdasarkan perspektifnya.
Pada prinsipnya,
yang dia tangkap dan interpretasikan bukanlah sebuah realitas sosial yang
seutuhnya, melainkan realitas sosial yang telah dia pilih beberapa aspek
tertentu saja yang dia anggap menarik dan penting. Selain itu perspektif
menjadi dasar bagi persepsi dan tentunya sangat menentukan bagi dia dalam
mempersepsikan sebuah realitas sosial.
Persepsi dapat
diartikan sebagai proses memaknai terhadap sebuah objek atau realitas.
Sederhananya, perspektif ini melahirkan kerangka konseptual, perangkat asumsi,
nilai dan gagasan yang memengaruhi persepsi seseorang dan selanjutnya memengaruhi
tindakannya. Maka dari itu, tidak heran jika muncul perbedaan penafsiran
terhadap lagu Aisyah Istri Rasulullah.
Apabila
seseorang berasal dari kalangan pesantren yang mengkaji sejarah dan hadis-hadis
ditanya tentang lagu Aisyah Istri Rasulullah akan mengatakan bahwa lagu
tersebut boleh-boleh saja, tapi kenapa kecerdasan atau kejeniusan Sayyidah
Aisyah yang memiliki julukan ummul mukminin (ibu orang-orang beriman)
tidak disampaikan juga. Sebagaimana diketahui bahwa beliau merupakan sosok
perempuan yang hebat. Beliau mampu menghafal dan meriwayatkan tak kurang dari
2.210 hadis. Perannya dalam wilayah agama tidak perlu diragukan lagi.
Bagi perempuan
yang menganut prinsip emansipasi wanita akan bertindak lain ketika ditanya tentang
lagu tersebut. Mereka akan mengatakan tidak suka dengan lirik lagu tersebut
karena dianggap merendahkan kaum wanita, kenapa harus hal-hal yang tidak
penting yang disorot. Menurut persepsinya, lagu itu menganggap wanita lemah,
seharusnya kecerdasan Aisyah yang diangkat, bukan hal-hal yang tidak
berkualitas. Maka dia memutuskan untuk tidak mendengarkan lagu tersebut.
Beda lagi dengan
kaum muda milenial yang sedang dilanda per-bucinan (baca: bucin). Ketika mereka
ditanya tentang lagu tersebut, mereka akan setuju dan mengatakan unchhhhhh aku
baper tingkat dewa dengarin lagu ini, ternyata Nabi dan Aisyah romantis sekali,
bahkan kisah romantis Romeo dan Juliette tidak ada apa-apanya,
kalah jauh. Tapi kalua tukang ojek ditanya tentang lagu tersebut, mungkin saja
akan mengatakan tidak tahu, saya sedang memikirkan nasib pelanggan karena terdampak
wabah virus Corona.
Notice
Tulisan ini sudah dipublikasikan di Pesantren.id : https://pesantren.id/kontroversi-lagu-aisyah-istri-rasulullah-dalam-perspektif-komunikasi-3460/
Komentar
Posting Komentar