Langsung ke konten utama

Cebong, Kampret dan Polarisasi Politik Setelah Wafatnya Nabi



Tidak ada salahnya apabila kita flashback ke masa lalu, yaitu masa setelah wafatnya nabi. Fakta sejarah mencatat bahwa persoalan yang muncul pertama kali di tubuh umat Islam sepeninggal Nabi Muhammad SAW adalah justru bukan yang berkaitan dengan agama, tetapi yang berkaitan dengan persoalan politik.

Perselisihan yang timbul dalam diri umat Islam pada waktu itu berkenaan dengan siapakah sahabat yang menggantikan kedudukan nabi sebagai kepala pemerintahan di Madinah. Dalam kedudukannya sebagai utusan Allah, jelas sekali Nabi Muhammad SAW tidak dapat digantikan dan semua umat Islam sepakat serta meyakininya sebagai nabi pemungkas.

Kedudukannya Nabi Muhammad SAW sebagai kepala pemerintahan atau kepala negara mestilah ada yang menggantikannya, karena hal itu menyangkut persoalan temporal, yaitu pembinaan dan keberlangsungan pembangunan komunitas Islam.

Siapakah sahabat yang dianggap berhak menggantikan posisi nabi sebagai kepala negara? Di sini kaum muslimin berselisih pendapat sehingga pada akhirnya terjerumus ke dalam konflik politik berkepanjangan yang menyebabkan benturan-benturan keras sehingga mereka menyimpang dari jalan lurus yang selama ini sudah mereka lalui.

Pangkal konflik pertama kali muncul ketika terbunuhnya khalifah ketiga, Usman ibn Affan dalam suatu pemberontakan kemudian ditetapkannya Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah keempat. Ada pihak yang tidak setuju dan tidak mau mengikuti Ali, yaitu Muawiyah ibn Abi Sofyan, seorang gubernur Suria yang kebetulan juga keluarga Usman.

Selanjutnya, setelah jabatan khalifah ada di tangan Ali, pemerintah diguncang oleh perpecahan di antara umat Islam sendiri. Pemberontakan pertama dipimpin oleh Siti Aisyah, Thalhah, dan Zubair yang berkedudukan di Makkah. Peperangan antara umat Islam tidak dapat dihindari. Terjadilah perang Jamal (36 H/657 M) antara kubu Ali dan kubu Aisyah.

Dikenal dengan perang Jamal karena Siti Aisyah sebagai pemimpin pasukan dengan mengendarai Unta. Syaikh Muhyiddin Al-Khayyath, dalam bukunya Durus al-Tarikh al-Islam Juz II menyebut perang Jamal sebagai perang pertama yang terjadi sesama Umat Islam. Kemenangan dalam perang Jamal ada di kubu Ali. Setelah itu, pertempuran terjadi lagi di Shiffin.

Setelah terjadinya perang Shiffin (perang antara tentara Ali dan Muawiyah), umat Islam secara politik terpolarisasi ke dalam tiga kubu. Pertama, kubu yang setia kepada Ali, yang kemudian dikenal dengan nama Syi’ah. Kedua, kubu sempalan dari tentara Ali yang keluar karena tidak menerima rencana tahkim antara kubu Ali dengan kubu Muawiyah, yang kemudian disebut Khawarij.

Ketiga, kubu yang setia kepada Muawiyah ibn Abi Sofyan. Pertentangan segi tiga ini berlanjut dengan terbunuhnya Ali ibn Abi Thalib pada tahun kelima kekhalifahannya oleh Ibn Muljam, seorang pengikut Khawarij. Keadaan ini berimplikasi kepada adanya perbedaan pendapat terkait konsep Khilafah dan Imamah dalam pemikiran politik Islam hingga sekarang.

Saat ini, di Indonesia mau memasuki tahun politik. Dengan tidak berlebihan, saya melihat masyarakat Indonesia secara politik terpolarisasi sekurang-kurangnya ke dalam dua kubu. Saya tidak hendak menyamakan fenomena di Indonesia dengan fenomena yang terjadi di masa lampau, yaitu di masa setelah wafatnya nabi.

Menurut saya, meskipun tidak sama, ada kesamaan-kesamaan kondisi yang mendorong kita untuk menjadikannya sebuah pelajaran dalam kerangka menjaga persatuan. Salah satu kesamaan itu adalah sama-sama terpolarisasi secara politik. Hal ini terlihat dari fakta bagaimana perdebatan keras antara dua kubu selalu terjadi di ruang publik.

Setelah Pilpres tahun 2014, masyarakat Indonesia secara politik terpolarisasi ke dalam kubu Jokowi dan kubu anti Jokowi atau bisa dikatakan kubu Prabowo. Seiring berjalanya waktu serta dampak media sosial, kedua kubu ini melahirkan dua istilah yang cukup fenomenal; yaitu istilah Cebong untuk pendukung Jokowi dan Kampret untuk sebaliknya.

Di media sosial, mereka saling menghujat bahkan ada yang menyebarkan hoax hanya demi saling menjatuhkan lawan politiknya. Memang negera kita menganut sistem demokrasi yang memungkinkah rakyatnya secara bebas mengeskpresikan pandangan politiknya. Tapi sebebas apapun, apakah menghujat dan menyebarkan hoax dalam konteks demikian bisa dibenarkan?

Kondisi polarisasi politik antara Cebong dan Kampret ini menarik perhatian saya untuk bertanya, siapa yang memunculkan kedua istilah fenomenal itu? kenapa istilah Cebong dan Kampret yang dipilih? Kenapa bukan Macan, Buaya, atau hewan lain yang lebih gagah? Setelah bertanya-tanya, saya menemukan jawaban yang cukup.

Cebong sebagai sebuah istilah ternyata dimunculkan oleh kubu yang anti Jokowi dengan tujuan mengejek pendukung Jokowi. Istilah ini dipakai tidak lepas dari kebiasaan Jokowi sendiri yang memiliki hobi memelihara kodok dan cebong di kolam istana negara supaya dapat merasakan suasana pedesaan yang dulu melekat dalam kehidupan Jokowi.

Sedangkan istilah Kampret sebagai respon ejekan Cebong. Kampret merupakan binatang sejenis kelelawar yang suka tidur dengan posisi terbalik kaki di atas dan kepala di bawah yang berimplikasi efek negatif pada organ otaknya berupa penyakit “syndrom otak terbalik”. Contoh otak terbalik itu misal kopi Starbuck menjadi haram, sedangkan Kencing Onta menjadi halal.

Secara fundamental, yang diperselisihkan antara Cebong dan Kampret ini adalah soal politik, yaitu siapa yang pantas menahkodai Indonesia. Ini juga termasuk kesamaan-kesamaan yang sudah dijelas di awal. Di masa lampau, siapa yang berhak dan pantas menggantikan nabi sebagai kepala pemerintahan di Madinah sehingga terjebak pada konflik politik berlarut-larut.

Kalau masa sekarang, menurut Cebongers Jokowi yang paling pantas memimpin Indonesia hingga dua periode karena Jokowi benar-benar membangun Indonesia tanpa lelah. Tapi bagi Kampret, Prabowo jauh labih layak maka 2019 harus ganti presiden. Menurut Kampreters, Jokowi gagal mensejahterakan rakyat Indonesia.

Kompetisi antara Cebong dan Kampret kelihatnnya semakin mengkhawatirkan. Dulu bahkan sampai ada tindakan persekusi di CFD oleh Kampret kepada Cebong. Seharusnya mereka bisa belajar dari masa lalu. Jangan sampai mereka terjerumus kapada perpecahan seperti yang sudah terjadi di masa sahabat nabi. Bagaiamana pun sikap politik dan pilihan presiden kita, persatuan bangsa Indonesia jauh lebih penting.

Oleh sebab itu, tanpa banyak alasan, sesungguhnya tidak perlu saling menghujat antara Cebong dan Kampret, apalagi meneyebarkan hoax demi kepentingan politik jangka pendek, supaya persatuan bangsa tidak tersobek. Ingat! Polarisasi politik yang berlebihan dapat mengakibatkan perpecahan. Mari kita saling menghormati untuk saling menjaga NKRI. Apakah gara-gara kekuasaan, kita rela mengorbankan persatuan?

Notice
2. Tulisan ini juga sudah dijadikan jurnal ilmiah dan dipublikasikan di POLITEA : Jurnal Pemikiran Politik Islam : http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/politea/article/download/4320/3048

Komentar

Tulisan Trending

Socially Distanced, Intellectually Engaged

Apa sebenarnya yang orang pikirkan ketika mendengar ungkapan social distancing? Gara-gara Covid-19 ( Coronavirus Diseases 19 ), banyak istilah-istilah baru muncul dalam masyarakat, seperti lockdown, self-isolation, hand sanitizer, stay at home , dan social distancing . Istilah-istilah tersebut semuanya dalam bahasa Inggris, sehingga tidak semua orang paham maksudnya. Namun demikian, istilah yang disebutkan terakhir menjadi menarik. Social distancing menjadi sebuah ungkapan yang sering digunakan di awal kemunculan Covid-19 di Indonesia. Banyak orang tidak paham dengan istilah ini hingga akhirnya diganti menjadi physical distancing . Istilah yang satu ini bahkan menjadi debatable di kalang para ahli. Konversi terminologi itu mengikuti WHO ( World Health Organization ) yang mengganti istilah social distancing dengan physical distancing pada 20 Maret 2020. Penggantian ini diharapkan agar seseorang paham dan tidak memutus kontak dengan orang lain secara sosial. Dalam kata...

Patah Hati yang Harus Dijelaskan

Aku memulai tulisan ini dengan mengirimkan al-Fatihah kepada Didi Kempot sebagai bapak patah hati kita semua, al-Fatihah. Kalau kamu pernah patah hati, aku pun demikian, dan setiap yang namanya manusia pasti juga merasakan patah hati walaupun prosesnya berbeda-beda. Terkadang meskipun prosesnya adalah pengalaman yang sangat pribadi, sering ada kesamaan antara proses yang dialami oleh kebanyakan orang. Patah hati benar-benar menyebabkan kesedihan mendalam, bahkan pada pengalaman tertentu dapat membuat seseorang seperti kehilangan akal sehatnya. Ada semacam efek dan rasa sakit yang mengendap selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan bahkan bisa jadi bertahun-tahun. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ethan Kross dan kolega-koleganya di University of Michigan menghasilkan temuan bahwa patah hati bisa memicu reaksi otak dan tubuh yang menimbulkan kelumpuhan kognitif dan fungsional cukup besar. Selain itu patah hati juga dapat menimbulkan rasa sakit emosional yang ber...

Flashback: Korupsi dan Social Marketing

Sumber foto: suryamalang.com Sebagai mahasiswa, siapa yang tidak ingin memiliki prestasi akademik? Prestasi akademik bagi mahasiswa selain sebagai sebuah kebanggaan personal, ia juga sebagai sebuah kontribusi nyata bagi jurusan, fakultas, universitas, dan bahkan negara. Maka tidak heran, prestasi akademik mahasiswa menjadi salah satu faktor untuk menentukan  rangking  kampus dan mendorong kampusnya untuk bersaing dengan kampus-kampus lain. Meskipun, tidak banyak mahasiswa yang mempertanyakan untuk apa dia mengejar prestasi. Ketika mulai masuk semester lima, aku merasa cemas karena belum punya prestasi akademik, meskipun capaian prestasi non-akademikku waktu itu sangat bagus sekali. Aku berpikir waktu itu bahwa aku adalah mahasiswa yang gagal jika sama sekali tidak memiliki prestasi akademik. Sampai di semester enam kesempatan untuk meraih impianku sebagai mahasiswa datang. Kesempatan itu datang ketika aku sedang sibuk-sibuknya sebagai Ketua Umum Unit Kegiatan ...

Kontroversi Lagu Aisyah Istri Rasulullah dalam Perspektif Komunikasi

Dunia industri musik Indonesia mengalami fenomena yang menarik akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, lagu yang berjudul Aisyah Istri Rasulullah menjadi trending di YouTube . Lalu menariknya di mana? Kalau hanya sebuah lagu menjadi trending di YouTube merupakan hal yang biasa bukan? Oh tidak! Ada sekitar 22 lagu yang sama dan trending dalam waktu yang bersamaan juga. Menariknya lagi, semuanya adalah lagu cover yang di cover kembali hingga mendominasi aktivitas trending di YouTube . Fenomena ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah permusikan Indonesia. Dalam aspek industri musik, lagu ini memunculkan kontroversi yang serius. Banyak yang mempertanyakan siapa pencipta lagu tersebut dan bagaimana status lagu tersebut di Indonesia karena ternyata lagu ini melibatkan dua negara, Indonesia dan Malaysia. Apakah para musisi di Indonesia sudah meminta izin juga dipertanyakan. Belum lagi soal copyrigh tnya. Namun demikian, saya tidak ingin membahas kenapa lagu yang menceritakan k...