Aku memulai tulisan ini dengan mengirimkan al-Fatihah kepada Didi Kempot sebagai bapak patah hati kita semua, al-Fatihah.
Kalau kamu pernah patah hati, aku pun demikian, dan setiap yang namanya manusia pasti juga merasakan patah hati walaupun prosesnya berbeda-beda. Terkadang meskipun prosesnya adalah pengalaman yang sangat pribadi, sering ada kesamaan antara proses yang dialami oleh kebanyakan orang.
Patah hati benar-benar menyebabkan kesedihan mendalam, bahkan pada pengalaman tertentu dapat membuat seseorang seperti kehilangan akal sehatnya. Ada semacam efek dan rasa sakit yang mengendap selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan bahkan bisa jadi bertahun-tahun.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ethan Kross dan kolega-koleganya di University of Michigan menghasilkan temuan bahwa patah hati bisa memicu reaksi otak dan tubuh yang menimbulkan kelumpuhan kognitif dan fungsional cukup besar. Selain itu patah hati juga dapat menimbulkan rasa sakit emosional yang bertahan lama.
Elisabeth Kübler-Ross, seorang psikiater, mengembangkan sebuah teori yang disebut "stages of grief theory." Aku akan mencoba menjelaskan kondisi seseorang yang sedang mengalami sakit hati menggunakan teori ini. Mencoba menjelaskan perasaan orang yang sedang mengalami situasi kehilangan, baik kehilangan orang terkasih, pekerjaan, jabatan, berakhirnya suatu relationship, dan atau karena penderitaan Covid 19 misalnya.
Teori ini menjelaskan bahwa orang akan melalui "stages of grief" atau tahapan kesedihan saat mengalami kehilangan. Elisabeth Kübler-Ross menulis buku "On Death and Dying" setelah dia mengobservasi pasien-pasien yang menderita penyakit gawat kemudian membagi tahap kesedihan itu menjadi 5 tahapan sebagaimana berikut ini:
1. Penyangkalan (Denial)
Tahapan awal ini merupakan reaksi normal dan manusiawi. Penyangkalan sesungguhnya membantu seseorang untuk meminimalisir rasa sakit dari situasi kehilangan yang sedang dihadapi. Barangkali dia akan berpikir, “ini benaran apa mimpi sih? Ini diluar ekspektasiku, sungguh aku tidak percaya ini terjadi begitu saja, dlsb." Setelah dia melewati tahap penyangkalan ini, biasanya ada emosi-emosi yang sebelumnya jarang terlihat akan muncul. Tentu ini adalah keadaan sulit. Tapi hal ini merupakan bagian dari perjalanan kesedihan yang akan dilalui oleh siapa pun.
2. Marah (Anger)
Pada tahap kedua ini, perasaan marah setelah dihadapkan pada situasi kehilangan adalah keniscayaan. Seseorang biasanya akan berusaha menyesuaikan diri dengan kenyataan yang baru. Meluapkan perasaan marah mungkin terasa sebagai hal yang paling “benar”. Sangat mungkin dia marah pada orang yang telah mengkhianatinya, atau orang yang menghalangi hubungan dan tujuannya. Walaupun logika dia mengatakan sebaliknya, kecenderungan untuk berpikir secara rasional akan kalah dengan perasaan marah, kecuali orang-orang tertentu. Setelah kemarahan mereda, baru dia akan berpikir lebih rasional tentang apa yang sebenarnya terjadi.
3. Menawar (Bergaining)
Dalam stage of grief, perasaan kehilangan dan putus asa seringkali berdampingan. Seseorang akan merasa begitu terpukul hingga rela melakukan apa saja untuk meredakan rasa sakit dan mengontrol diri. Salah satunya dengan menawar. Menawar di sini diartikan sebagai Tindakan yang sering berandai-andai. Misalnya, “seandainya aku tidak berbuat demikian mungkin dia tidak akan pergi meninggalkanku”, “andai saja dia tidak terlalu sibuk, bisa jadi aku masih bisa berjumpa”, dlsb. Bahkan terkadang sebagian orang juga melakukan tawar-menawar dengan tuhan untuk tujuan ketenangan diri.
4. Depresi (Depression)
Setelah tiga tahap terlalui, kemudian seseorang harus benar-benar melihat kenyataan yang ada. Pada tahapan ini, dia harus terpaksa menghadapi situasi tersulit dan mengalami kesedihan serta kebingungan yang mendalam. Ada dua jenis depresi yang berhubungan dengan kesedihan, yaitu reaksi praktis dan jenis yang lebih bersifat pribadi. Reaksi praktis biasanya muncul terhadap perasaan kehilangan. Seseorang merasa khawatir dengan kondisi finansial yang harus dihadapi, atau cemas karena wabah virus Corona yang tidak kunjung mereda misalnya.
Jenis yang lebih bersifat pribadi biasanya dia akan menarik diri dari kehidupan normalnya untuk dapat mengatasi kesedihan tersebut. Tetapi jika merasa sangat sedih, tidak berdaya, dan tidak dapat melewati tahap ini, disarankan curhat dengan orang-orang terdekat atau psikolog. Jangan sampai mengambil tindakan bunuh diri. Karena selain tidak akan menyelesaikan masalah, juga melawan ajaran agama. Dalam kitab Al-Mawsu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Darus Salasil, juz III, h. 239, sepemahamanku dijelaskan bahwa orang yang melakukan bunuh diri dosanya lebih besar dibanding orang yang membunuh orang lain. Jadi, jangan coba-coba bunuh diri ya!
5. Penerimaan (Acceptance)
Tahapan terakhir adalah penerimaan. Penerimaan di sini bukan berarti seseorang sudah benar-benar bahagia dan lupa apa yang sudah terjadi. Namun, dia pada akhirnya telah menerima kenyataan yang ada dan mulai berusaha move on. Maskipun dia masih merasa sedih, namun dia belajar untuk hidup dengan situasi terkini. Misal, di saat dia sudah menerima perpisahan dan kegagalan yang terjadi, dia akan berkata dalam hati, "mungkin ini adalah yang terbaik untukku" atau ketika orang tercinta telah tiada, dia pada akhirnya akan berpikir, “aku merasa beruntung karena sudah mengenalnya, pernah menghabiskan waktu dengannya, dan akan kujadikan salah satu kenengan terindah dalam hidupku." Keberhasilan move on adalah kunci untuk memulai kondisi kehidupan baru yang lebih baik dan penuh dengan semangat. Bagaimana pengalaman sakit hatimu?
Komentar
Posting Komentar